Tahun 2012.
Beberapa bulan ini aku merasa perkembangan pembinaan diriku seakan berjalan ditempat, aku merasakan demikian karena aku seperti tidak mengalami apa-apa dan tidaklah secepat pencapaian sebelumnya. Mungkin ini karena kesalahanku, sekarang ini terlalu banyak pertimbangan setiap mendapatkan petunjuk dan arahan dari alam semesta. Terlebih ada sedikit kekecewaan tersembunyi atas beberapa kejadian yang kualami.
Hal itu membuat aku kurang bersemangat dalam berbhavana belakangan ini, walaupun kegiatan vihara tetap berjalan dengan baik, tapi aku tidak lagi merasakan adanya pengalaman-pengalaman baru yang berkesan mendalam, ataupun mengalami terbukanya rahasia langit seperti dulu.
Entahlah, mungkin karena belakangan ini aku selalu mengabaikan alam semesta atau mungkin mulai timbul tinggi hati dan kesombongan dalam diriku. Rasanya aku tidak berminat untuk bertemu orang lain dan banyak bicara panjang lebar serta enggan untuk melakukan sesuatu membantu orang lain. Tanpa sadar aku lupa pada misi dan ikrarku sendiri dan mulai berjalan kearah dan tujuan yang berbeda dengan Buddha- Bodhisattva.
Aku telah menutupi hatiku sendiri, malas untuk membina diri dan memecahkan masalah orang lain, karena aku merasa apa yang aku lakukan tidak dihargai oleh mereka. Kadang aku berpikir, aku harus membuat mereka sulit bertemu denganku dan sulit untuk mendapatkan petunjuk dariku agar mereka lebih menghargai Dharma.
Ternyata sikapku ini menimbulkan kekotoran batin. Aku mulai memikirkan kesenangan dan kenyamanan diriku sendiri.
Hari ini aku bertukar pikiran dengan suami, dia banyak memberikan masukan positif. Katanya dulu aku selalu mengikuti petunjuknya, tapi belakangan ini aku jarang bisa menerima masukannya. Mungkin ini yang dinamakan bahwa, “Seseorang disaat awal membina diri, masih polos dan bisa menampung bimbingan dan menjalankan setiap petunjuk. Tapi disaat sudah berada diatas tingkatan tertentu, dia sudah mulai tidak bisa menerima masukan lagi dan lebih banyak bertindak dengan pikirannya sendiri, tanpa memohon petunjuk alam semesta.”
Mungkin ini ujian yang harus aku lewati untuk bisa menumbuhkan sikap metta, karuna, mudita dan upeksa pada orang lain.
Sore ini aku kembali mencoba menjalani kembali saran suami untuk menjernihkan hati dan pikiran, mulai membuka hati dan melepaskan segala kekecewaan yang telah berlalu, agar bisa kembali menyatu dengan alam semesta. Aku akui, intensitas meditasiku telah berkurang dibanding sebelumnya.
Karena itu, aku kembali membuktikan apakah aku benar-benar mampu untuk pergi ke alam lain dan alam semesta benar-benar bereaksi padaku.
Ternyata memang bisa dan ada reaksi dari alam semesta. Ternyata aku meragukan diriku sendiri. Aku menjapa Mantera Hati Mahastamaprapta 108x, tidak lama kemudian Beliau hadir, dalam meditasi aku mulai merasakan ketenangan dan dengan cepat sinar terang tampak dalam pandangan mataku yang terpejam. Chi mulai naik ke cakra dahi, cakra dahiku tertekan beberapa saat lalu chi naik ke cakra mahkota, membuka ubun-ubun kepala seperti kelopak bunga teratai mekar, dengan sekali hentakan rohku meloncat keluar dan melesat naik, mendampingi dan mengikuti Mahastamaprapta terbang ke langit.
Kami sampai dipelataran Alam Sukhavati, Beliau memberitahukan hal itu kalau aku sudah tahu tempat ini. Aku memang sudah beberapa kali kepelataran Alam Sukhavati ini, yaitu saat pertama kalinya mengetahui jati diri, saat mengantar roh ayah mertua dll.
Mahastamaprapta berkata: “Desi, ini adalah pelataran Alam Sukhavati, terdiri dari hamparan rumput halus dan hijau, yang ditumbuhi pohon-pohon berkah dan dihuni binatang-binatang terbang yang berbulu indah dan binatang berkaki empat yang anggun dan berkarisma. Ada burung berkepala dua dan tiga, merak, cendrawasi berekor merah, kijang berkepala indah dll. Dipelataran ini, biasanya roh-roh yang baru tiba di Alam Sukhavati akan melalui tempat ini, roh manusia yang saat di dunia meninggal tua dan sakit, saat menginjak pelataran ini mereka akan menjadi muda kembali dan sehat, dan tempat ini adalah tempat para Bodhisattva dan Dewa-Dewi berkumpul untuk bertemu dan bercengkrama. Kau pasti sudah mengetahuinya bukan? Saat ini Aku khusus mengajakmu melihat-lihat Alam Sukhavati.”
Kami masuk kebagian dalam, ternyata sangat indah, semua yang tersebut dalam Sutra Buddha Amitabha mengenai Alam Sukhavati ada disini, tempat yang berlapis Lazuardi, Mutu Manikam dan lain sebagainya.
“Ayo kita ke Alam Sukhavati tingkat pertama?!!” Mahastamaprapta mengajakku, aku mengikuti Beliau pergi dan rasanya memang seperti naik 1 tingkat ke atas. Terlihat agak kejauhan kawasan indah yang terdiri dari banyak rumah-rumah yang dilapisi kabut putih tipis seperti Alam Kahyangan.
Aku tidak masuk ke dalam kawasan rumah-rumah itu dan hanya mendampingi Mahastamaprapta dari kejauhan, situasinya sama seperti waktu Mahaguru mengajakku ke Nirwana dan Neraka.
Mahastamaprapta berkata: “Ini adalah tingkat ke-1. Roh yang terlahir di tempat ini adalah mereka yang menjalani hidup dengan baik, masa hidup 10 kalpa atau 10.000 tahun Alam Manusia, mereka saat di dunia melakukan 10 perbuatan baik, yaitu : melihat, mendengar, berbicara, memegang, berjalan, usaha, berbuat, berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang baik. Dari tingkat 1 sampai tingkat 5 sama adanya, biasanya orang awam dan tidak melatih diri semasa hidup.”
Lalu kami naik ke tingkat ke-6, kawasan rumah lebih besar dari sebelumnya dan lebih indah.
Mahastamaprapta berkata lagi: “Roh yang terlahir di tingkat 6 sampai tingkat 10. Adalah semasa hidup mereka mulai berbuat satu atau dua kebajikan untuk orang lain. Roh yang terlahir di tingkat 11 sampai tingkat 20, adalah yang semasa hidup mereka mulai berbuat kebajikan untuk orang banyak dan melatih diri membaca mantera dan sutra. Roh yang terlahir di tingkat 21 sampai tingkat ke 27, adalah semasa hidup banyak berbuat kebajikan besar untuk orang banyak, melatih diri membaca mantera dan sutra dan melatih meditasi. Yang terlahir di tingkat ini tidak akan tumimbal lahir kembali karena sudah sama dengan Bodhisattva dan baru akan terlahir kembali jika mereka ingin mencapai tingkat lebih tinggi atau memiliki misi/ikrar agung.
Alam Sukhavati adalah Surga Buddha Amitabha atas ikrar agungNya, Beliau tinggal di Surga ini, sedangkan Aku dan Dewi Kwan Im walaupun kami pendamping utama Buddha Amitabha, tapi kami tidak tinggal di Alam ini. Dewi Kwan Im berada di AlamNya yang bernama Alam Bambu Putih, dan Aku Mahastamaprapta di Alam Lotus Hijau. Hanya kadang kami berada di Alam Sukhavati ini. Kami bertiga mempunyai misi dan ikrar yang sama, yaitu menggunakan welas asih dan cinta kasih untuk menolong semua makhluk terlepas dari penderitaan dan bisa terlahir di Alam Sukhavati.
Jika ada orang yang menyebut nama kami di saat menjelang ajal menjemputnya, dan bertobat atas segala kesalahan dan dosa yang diperbuat sebelumnya, maka Kami akan datang menjemput orang tersebut untuk terlahir di Alam Sukhavati. Tapi menyebut nama kami tidaklah semudah apa yang dipikirkan manusia, karena menyebut nama kami haruslah keluar dari hati yang tulus. Banyak manusia yang di akhir ajalnya susah menyebut nama kami, karena ada ego dan ketidakpercayaan mereka, sehingga mereka tidak kami jemput untuk terlahir ke Alam Sukhavati dan harus masuk ke neraka dan ke alam menderita lainnya. Dewi Kwan Im dan Aku adalah pendamping Buddha Amitabha, karena Buddha Amitabha adalah Yidam kami, Dewi Kwan Im melambangkan cinta kasih/welas asih, aku melambangkan kebijaksanaan dan kekuatan. Bunga lotus yang aku pegang melambangkan hal itu, yaitu keindahan dan kekuatan perlindungan dari segala gangguan. Sama seperti Bodhisattva Manjusri dan Bodhisattva Samanthabadra yang mendampingi Buddha Sakyamuni sebagai Yidam mereka, Bodhisattva Manjusri melambangkan kekuatan dan kebijaksanaan dan Bodhisattva Samanthabadra melambangkan keindahan dan cinta kasih serta hormat kepada para Buddha.”
“Kolam teratai kembar, kau sudah pernah mendatanginya, jadi aku tidak mengajakmu kesana lagi. Kolam teratai kembar berada di tingkat ke-28 (tingkat tertinggi), merupakan tempat tinggal Padmakumara dan tempat lahir para Kumara. Anak Kumara yang lahir dari bunga teratai di kolam teratai kembar adalah berasal dari manusia yang melatih diri di tingkat Biksu yang membina diri dengan baik, jadi bayi Kumara masih polos dan suci, tiada karma baik ataupun karma buruk. Bayi Kumara bisa tumbuh besar di Alam Sukhavati dan tidak tumimbal lahir lagi, tapi bayi Kumara bisa turun ke dunia lagi, ini semua karena hukum sebab akibat, adanya permohonan manusia yang memohon berkah anak dan adanya permintaan atau ikrar bayi Kumara tersebut saat menjadi Biksu untuk membina diri dan mencapai tingkat tertinggi/ke-Buddha-an. Semua berdasarkan karma jodoh antara orang tua dan bayi Kumara itu sendiri, semua ada sebab akibatnya, tapi ini adalah sebab akibat yang baik.”
Bodhisattva Mahastamaprapta menjelaskan kepadaku banyak hal, membuat aku sedikit banyak mengerti sesuatu yang tidak di ketahui orang lain pada umumnya. Bodhisattva Mahastamaprapta mengajak dan menjelaskanku sampai disini dan meminta aku untuk kembali, karena ini pertama kalinya kau kembali pergi ke Alam lain. Besok dan selanjutnya Beliau berkenan untuk menemaniku melihat-lihat Alam Sukhavati lagi dan menjelaskan tempat-tempat lainnya di Alam Sukhavati.
Ternyata memang aku masih bisa pergi ke Alam lain, sesungguhnya aku yang tidak mau saja melakukannya, karena kelebihan dan berkah yang telah diberikan Kaisar Langit dan Buddha-Bodhisattva tetap masih ada dalam diriku dan tidak hilang sama sekali, semua tergantung apakah aku membuka hatiku atau tidak terhadap alam semesta.
“Berseminya bunga mekar tiada suatu keceriaan, Berbuahnya pohon perdu tiada suatu kebahagiaan, Hanya sepi, sunyi dan hanya gelap gulita,
Semua kiasan itu tiada arti sama sekali,
Berjalan dilorong yang gelap, hanya melihat sedikit cahaya,
Berjalan diterang benderang, tidak ada titik kegelapan,
Kemanakah harus memilih, semu atau nyata? kelihatan atau tidak? Hanya orang yang bijak yang mengetahui pilihannya.”
Sumber tulisan: Buku Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna, kisah no. 13